DPR Pertanyakan Keefektifan Moratorium CPNS

21-01-2015 / KOMISI II

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKS Jazuli Juwaini  mempertanyakan apakah moratorium CPNS yang MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi gulirkan sudah efektif berdasarkan kajian dan data yang objektif dilapangan.

“Dilapangan saya menemukan, ada PNS yang sudah meninggal, gaji dan SK PNS nya masih ada, ini terjadi Pak Menteri, coba dibayangin ?, artinya dari sisi data saja masih bermaslah,”kata Jazuli saat Raker Komisi II DPR dengan MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi dan Kepala BPN Eko Sutrisno di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, (21/1).

Selanjutnya, tambah Jazuli, mengenai pemetaan PNS dan birokrasi yang ada di Indonesia ini, apakah sudah dilakukan sedemikian rupa. “Kemudian mengenai proporsionalitas, rakyat Indonesia ada kurang lebih 240 juta jiwa, PNS nya sekitar 4 juta, apakah seimbang dengan jumlah PNS jika melayani sekitar 240 juta,”tegasnya.

Menurutnya, Komisi II DPR menghormati kebijakan moratorium CPNS ini namun berharap agar berdasarkan kajian, data dan pemetaan yang objektif dan kebutuhan yang jelas dilapangan.

Dikesempatan yang sama anggota Komisi II DPR Mujib Rohmat dari Fraksi Golkar menilai kebijakan moratorium CPNS harus dilakukan dengan sangat hati-hati.

“Didaerah saya, ketika saya sebutkan moratorium CPNS ke Pemda, mereka menjawab kalau dikabupaten aparatur minus dua ribu dari yang tadinya 11 ribu menjadi tinggal sembilan ribu, saya tidak tahu persis, apakah 11 ribu karena memang kebanyakan, karena yang rasional justru sembilan ribu, oleh karena itu menurut saya yang paling utama adalah moratorium keahlian yang memang harus dicermati sungguh-sungguh,”jelas Mujib.

Sebelumnya, dalam paparannya, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi menjelaskan, kebijakan moratorium dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi, guna mengoptimalkan kinerja apartur dan efisiensi anggaran.

“Beberapa pertimbangan tentang moratorium, pertama tentu kebutuhan tentang pengurangan pegawai, yang saat ini tidak kurang dari 4.375.009 orang, dan didalam penghitungan analisi kerja beban dan jabatan, jumlah ini memang cukup besar dan menyita belanja pegawai yang tidak sedikit,tidak kurang dari 41 persen dari total APBN terserap untuk belanja pegawai,”jelas Yuddy.

Yuddy menjelaskan, seperti pemerintah dan DPR ketahui, bahwa setiap pengadaan 1 orang aparatur,  tentu tidak terlepas dari pengingkatan belanja barang dan modal, dimana total belanja barang modal dan pegawai sudah mencapai lebih dari 81 persen, sehingga tinggal tersisa ruang fiskal yang cukup sempit yakni 19 persen untuk kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan program program pembangunan lainnya.

Selain itu, moratorium menurut Yuddy,  juga mempertimbangkan adanya distribusi pegawai yang tidak merata, serta  mencermati belanja aparatur yang terus meningkat dan proporsi jabatan fungsional umum yang begitu tinggi.

“Ada beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan dari pemerintah yang pertama secara instansional ada 3 pola didalam moratorium ini yaitu zero growth didalam mengisi kepegawaian, lalu kemudian bisa minus growth (administrasi umum) dan juga kita tetap melakukan pertumbuhan, seperti mengadakan rekruetmen pada jabatan fungsional tertentu atau terbatas pada yang benar-benar dibutuhkan didalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, tentu didalam melakukan moratorium ini kami tidak melakukan sapu bersih dan pukul rata, khsusus kepada guru dan tenaga medis ini tidak dilakukan moratorium, karena kami menyadari bahwa diberbagai macam darerah masih sangat dibutuhkan guru dan juga sangat dibutuhkan tenaga medis,”tegasnya.

Untuk jabatan-jabatan fungsional lainnya, tambah Yuddy, juga dikecualikan yaitu jabatan-jabatan fungsional yang betul-betul diperlukan untuk peningkatan pembanguanan kesejahteraan masyarakat, seperti penyuluh pertanian, ahli tata kota atau planologi, ahli irigasi maupun keahlian-keahlian lain yang menjadi kebutuhan dari penyelenggara pemerintahan setempat.

Moratorium, menurut Yuddy, juga bertujuan untuk penurunan jumlah pegawai, lalu kemudian kita juga memperhatikan batas usia pensiun dan memperhatikan seberapa besar peningkatan kebutuhan pelayanan publik

“Jadi kami melakuakn ini semua dengan kehati-hatian dengan telahaan yang medalam dan juga dengan sasaran penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efeisien efektif dimasa yang akan  dating,”tegas Yuddy.

Raker Komisi II DPR dengan MenPAN-RB yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman membuahkan beberapa kesimpulan, salah satunya yaitu, Komisi II DPR meminta kepada Pemerintah agar kebijakan moratorium dikaji ulang dengan mendasarkan pada data yang valid dan mempertimbangkan kondisi riil dimasyarakat.(nt) foto:ry/parle

 

BERITA TERKAIT
Tunggu Arahan Presiden, Pemindahan ASN ke IKN Tidak Perlu Grasah-Grusuh
12-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ali Ahmad menegaskan pemindahan Aparatur Sipil Negara harus tunggu arahan Presiden Prabowo...
Bahtra Banong Ingatkan Hakim MK Jaga Netralitas dalam Sengketa Pilkada Serentak
09-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Bahtra Banong, mengingatkan seluruh hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menjaga netralitas...
Komisi II Siap Berkolaborasi dengan Kemendagri Susun Draf dan NA RUU Pemilu
06-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pihaknya siap berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam...
Perlu Norma Baru untuk Antisipasi Terlalu Banyak Pasangan Capres-Cawapres
04-01-2025 / KOMISI II
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut DPR dan pemerintah akan mengakomodasi indikator pembentukan norma baru...